Bali Mamuja

berisikan catatan tentang dinamika budaya Bali

Rabu, 11 Maret 2015

Kopi Tamblingan



Kopi Tamblingan



Coffee from The Lost City


            Kopi Tamblingan terbuat dari Kopi Arabika dari dataran tinggi  seputar Danau Tamblingan, Buleleng, Bali. Kami menyebutnya "Kopi dari Kota yang Hilang".
            Danau Tamblingan sendiri satu dari tiga danau yang terbentuk dari sebuah kaldera besar.  Di sebelah timur berturut-turut  Danau  Buyan  dan  Danau Beratan. Nama Tamblingan berasal dari dua kata dalam Bahasa Bali yaitu Tamba berarti obat, dan Elingang berarti ingat atau kemampuan spiritual. Diceritakan dalam  Lontar “Kutara Kanda Dewa Purana Bangsul” bahwa masyarakat di wilayah itu konon pernah terkena wabah epidemi. Sebagai jalan keluar seseorang yang disucikan kemudian turun ke danau kecil di bawah desa untuk mengambil air untuk obat. Berkat doa dan kemampuan spiritual beliau air itu kemudian dijadikan obat dan mampu menyembuhkan masyarakat desa. Kata Tamba dan Elingang inilah lama kelamaan menjadi Tamblingan.
            Dalam sejarah Bali tempo dulu (10-14 Masehi), Desa Tamblingan yang terletak di Gunung Lesung, sebelah selatan danau, adalah pusat inovasi dan produksi besi, seperti keris, tombak, gamelan, alat-alat pertanian, alat-alat dapur dan sarana-sarana untuk keperluan upacara agama Hindu. Bahkan, pemukiman yang eksis di masa kekuasaan tiga raja Bali Kuno: Raja Ugrasena, Raja Udayana dan Raja Suradipha ini, telah mampu membuat baju besi (baju zirah). Masyarakat di kawasan ini dikenal dengan sebutan “papilihan mas” dan “pwasi”. Begitu istimewanya kedudukan sosial mereka, sehingga para raja membebaskan dari pungutan pajak dan memperlakukan mereka secara terhormat.
            Dan, kemudian, masyarakat yang tinggal di pemukiman ini pindah ke empat daerah berbeda yang jaraknya masih berdekatan dengan areal danau. Keempat desa itu kemudian disebut Catur Desa , yang berarti empat desa yakni: Desa Munduk, Gobleg, Gesing, dan Umejero. Keempat desa ini memiliki ikatan spiritual dan memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk menjaga kesucian danau dan Pura yang ada di sekitarnya.
            Tidak jelas apa penyebab kepindahan itu. Peninggalan-peninggalan pemukiman banyak ditemukan terpendam di dalam tanah dengan rapi atau ditenggelamkan di dasar danau. Beberapa spekulasi menyebutkan pemukiman ini dihancurkan oleh Kerajaan Singasari. Ada pula yang menyebutkan, invansi Majapahit sebagai penyebabnya. Tapi, tidak ada bukti jelas yang mendukung spekulasi-spekulasi tersebut. Yang pasti, sebuah kota yang ramai mendadak lenyap dari catatan sejarah.
            Pada abad ke 17, perkebunan kopi dibuka di Bali oleh pemerintah kolonial Belanda, setelah satu abad dikembangkan di Pulau Jawa. Daerah yang dipilih untuk perkebunan kopi pertama di Bali adalah kawasan yang dulunya merupakan pemukiman para pande besi, yakni kawasan Tamblingan, kota yang hilang.
Kopi tahap pertama yang ditanam di Tamblingan dan mendapat asupan nutrisi dari tanah vulkanik, serta dikembangkan secara turun menurun oleh masyarakat Tamblingan yang terkenal sangat peduli pada kelestarian alam dan budaya itulah yang menjadi bahan baku utama kopi yang disajikan untuk Kopi Tamblingan. Tentu saja, telah melewati proses pemanenan, pemilahan biji, fermentasi, pemanggangan (roasting) dan penggilingan secara seksama. Sehingga, sensasi aroma bunga dan rasa buah yang menyertainya tetap bertahan kuat.
            Sesungguhnya, saat menyesap kopi Tamblingan, Anda akan dibawa menelusuri cerita peradaban masa lalu yang pernah hidup di atas tanah tempat kopi ditanam.
Selamat menikmati coffee from the lost city!



Di Produksi Oleh
UD. Suka Cittha Mahotama
Jln Danau Tamblingan Ds. Munduk Kec. Banjar Buleleng Bali
Telp : 087863217572//085237104244
Facebook : Kopi Tamblingan
PIN BB : 53ACC9D8


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text