Kopi Tamblingan
Coffee from The Lost City
Kopi
Tamblingan terbuat dari Kopi Arabika dari dataran tinggi seputar Danau Tamblingan, Buleleng, Bali. Kami
menyebutnya "Kopi dari Kota yang Hilang".
Danau
Tamblingan sendiri satu dari tiga danau yang terbentuk dari sebuah kaldera
besar. Di sebelah timur berturut-turut Danau Buyan dan Danau Beratan. Nama Tamblingan berasal dari
dua kata dalam Bahasa Bali yaitu Tamba
berarti obat, dan Elingang berarti
ingat atau kemampuan spiritual. Diceritakan dalam Lontar “Kutara
Kanda Dewa Purana Bangsul” bahwa masyarakat di wilayah itu konon pernah
terkena wabah epidemi. Sebagai jalan keluar seseorang yang disucikan kemudian
turun ke danau kecil di bawah desa untuk mengambil air untuk obat. Berkat doa
dan kemampuan spiritual beliau air itu kemudian dijadikan obat dan mampu
menyembuhkan masyarakat desa. Kata Tamba
dan Elingang inilah lama kelamaan
menjadi Tamblingan.
Dalam
sejarah Bali tempo dulu (10-14 Masehi), Desa Tamblingan yang terletak di Gunung Lesung, sebelah selatan danau,
adalah pusat inovasi dan produksi besi, seperti keris, tombak, gamelan,
alat-alat pertanian, alat-alat dapur dan sarana-sarana untuk keperluan upacara
agama Hindu. Bahkan, pemukiman yang eksis di masa kekuasaan tiga raja Bali
Kuno: Raja Ugrasena, Raja Udayana dan Raja Suradipha ini,
telah mampu membuat baju besi (baju zirah). Masyarakat di kawasan ini dikenal
dengan sebutan “papilihan mas” dan “pwasi”. Begitu istimewanya kedudukan
sosial mereka, sehingga para raja membebaskan dari pungutan pajak dan
memperlakukan mereka secara terhormat.
Dan,
kemudian, masyarakat yang tinggal di pemukiman ini pindah ke empat daerah
berbeda yang jaraknya masih berdekatan dengan areal danau. Keempat desa itu
kemudian disebut Catur Desa , yang
berarti empat desa yakni: Desa Munduk, Gobleg, Gesing, dan Umejero. Keempat
desa ini memiliki ikatan spiritual dan memiliki tanggung jawab dan kewajiban
untuk menjaga kesucian danau dan Pura yang ada di sekitarnya.
Tidak
jelas apa penyebab kepindahan itu. Peninggalan-peninggalan pemukiman banyak
ditemukan terpendam di dalam tanah dengan rapi atau ditenggelamkan di dasar
danau. Beberapa spekulasi menyebutkan pemukiman ini dihancurkan oleh Kerajaan
Singasari. Ada pula yang menyebutkan, invansi Majapahit sebagai penyebabnya.
Tapi, tidak ada bukti jelas yang mendukung spekulasi-spekulasi tersebut. Yang
pasti, sebuah kota yang ramai mendadak lenyap dari catatan sejarah.
Pada
abad ke 17, perkebunan kopi dibuka di Bali oleh pemerintah kolonial Belanda,
setelah satu abad dikembangkan di Pulau Jawa. Daerah yang dipilih untuk
perkebunan kopi pertama di Bali adalah kawasan yang dulunya merupakan pemukiman
para pande besi, yakni kawasan Tamblingan, kota yang hilang.
Kopi tahap pertama yang ditanam
di Tamblingan dan mendapat asupan nutrisi dari tanah vulkanik, serta
dikembangkan secara turun menurun oleh masyarakat Tamblingan yang terkenal
sangat peduli pada kelestarian alam dan budaya itulah yang menjadi bahan baku
utama kopi yang disajikan untuk Kopi Tamblingan. Tentu saja, telah melewati
proses pemanenan, pemilahan biji, fermentasi, pemanggangan (roasting) dan
penggilingan secara seksama. Sehingga, sensasi aroma bunga dan rasa buah yang
menyertainya tetap bertahan kuat.
Sesungguhnya,
saat menyesap kopi Tamblingan, Anda akan dibawa menelusuri cerita peradaban
masa lalu yang pernah hidup di atas tanah tempat kopi ditanam.
Selamat menikmati coffee from
the lost city!
UD. Suka Cittha Mahotama
Jln Danau
Tamblingan Ds. Munduk Kec. Banjar Buleleng Bali
Telp :
087863217572//085237104244
Facebook : Kopi
Tamblingan
PIN BB :
53ACC9D8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar