Bali Mamuja

berisikan catatan tentang dinamika budaya Bali

Kamis, 01 Oktober 2015

Rekrut Penyuluh Agama

Gubernur Bali Pertimbangkan Rekrut Penyuluh Agama

Denpasar (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika mempertimbangkan untuk merekrut tenaga kontrak penyuluh agama Hindu dan bahasa daerah yang akan ditempatkan pada 1.480 desa adat di Pulau Dewata.

"Tenaga penyuluh ini nanti bisa dalam satu paket dengan bantuan yang diberikan Pemprov Bali kepada desa pakraman. Namun, dengan ketentuan mereka tidak boleh menuntut menjadi pegawai negeri sipil," katanya saat menanggapi salah satu pertanyaan dari peserta simakrama (temu wicara) dengan Gubernur Bali di Denpasar, Sabtu.

Menurut dia, langkah itu selain untuk pelestarian adat dan agama, sekaligus untuk membuka lapangan kerja bagi lulusan kedua jurusan tersebut. "Bayangkan di Bali ada 1.480 desa adat, maka akan terserap lulusan agama Hindu dan bahasa Bali sejumlah itu," ucapnya.

Pada simakrama ini, Dr Wayan Suarjaya menanyakan mengapa di Pemprov Bali tidak ada terobosan baru untuk pengangkatan guru agama dan guru bahasa Bali. Padahal kedua profesi ini sangat penting menjaga kekhasan Bali dan cukup banyak lulusan kedua program studi tersebut yang menganggur.

Pastika pada kesempatan itu meminta masyarakat jangan terlalu berharap untuk menjadi PNS karena sesungguhnya jumlah pegawai di Pemprov Bali sekitar 7.000 orang, dan itu dinilainya sudah berlebih.

Sementara itu Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Bali Ketut Rochineng mengatakan sejak 2010 berdasarkan peraturan pemerintah tentang pengadaan CPNS, tidak dibolehkan lagi mengangkat tenaga honorer daerah. (LHS)
Editor: Ni Luh Rhismawati
COPYRIGHT © ANTARA 2013

Perjuangkan Nasib Bahasa Bali

Perjuangkan Nasib Bahasa Bali, Janji Kampanye Gubernur Ditagih

Bali
Perjuangkan Nasib Bahasa Bali, Janji Kampanye Gubernur Ditagih
Aliansi Peduli Bahasa Bali (APBB) melakukan demo di depan gedung DPRD Bali
Suksesinews.com, Denpasar- Puluhan mahasiswa Bahasa Bali dari berbagai kampus di Bali geruduk DPRD Bali, Senin (21/9). Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Peduli Bahasa Bali (APBB) itu berasal dari  IHDN, UNHI, PGRI, dan UNUD. Mereka menyampaikan aspirasi soal terancamnya eksistensi Bahasa Bali.

Para mahasiswa itu diterima Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama, Ketua Komisi IV DPRD Bali Gede Kusama Putra, ketua fraksi PDIP I Nyoman Parta, anggota fraksi PDIP Ketut Kariyasa Adnyana dan Gusti Putu Budiarta.

Sekitar dua jam mereka berdialog. Ketua APBB I Nyoman Suka Ardiyasa menyampaikan empat pernyataan sikap. Pertama, meminta Pihak Eksekutif dan Legislatif untuk merevisi Perda No. 3 Tahun 1992 Tentang Bahasa, Sastra, dan Aksara Bali.

"Diharapkan, dengan adanya penyempurnaan Perda tersebut pengajaran Bahasa Bali dan pengangkatan guru/penyuluh bisa diatur secara jelas," ujar Ardiyasa.

Kedua, perlunya rekomendasi dari DPRD Bali kepada Eksekutif untuk mendukung adanya gerakan 1000 penyuluh Bahasa Bali di setiap Desa Pakraman.

 "Sehingga pembinaan bisa lebih intesif kepada masyarakat serta keberadaan Bahasa Bali mampu menjadi benteng dalam pelestarian seni budaya Bali," katanya.

Ketiga, meminta DPRD Bali ikut aktif mendorong dan menjembatani Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/kota, serta pihak terkait untuk membentuk Tim Kajian Kurikulum Pengajaran Bahasa Bali untuk menyempurnakan buku-buku pengajaran Bahasa Bali mulai dari SD hingga SMA.

Keempat, meghimbau DPRD Bali dan DPRD Kabupaten/kota agar mendorong Pemda untuk melakukan rekrutmen guru Bahasa Bali.

Pihak DPRD Bali menyambut baik aspirasi tersebut. Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama mengatakan, Perda No. 3 Tahun 1992 itu memang perlu direvisi. Ia mendorong revisi Perda sebagai Perda inisiatif dewan.

"Perda itu sudah sangat usang dan sudah tua, juga tidak ada yang menohok bahasa Bali di sana. Itu akan kami rekomendasikan (revisi). Malah kami akan pakai inisiatif dewan untuk merevisi Perda itu". kata Adi Wiryatama.

Politisi senior PDIP ini melanjutkan, pihaknya juga akan meminta Gubernur Bali untuk menepati janjinya pada kampanye saat Pilgub, untuk mengangkat penyuluh/guru agama dan bahasa Bali di masing-masing Desa Pakraman.

"Ada janji dari Pak Gubernur pada kampanye dulu, menurut APBB tadi, akan mengangkat penyuluh agama dan bahasa Bali di masing-masing desa Pakraman. Itu yang akan kita himbau dan sampaikan pada Gubernur untuk menepati janjinya," tegasnya.

Ia menambahkan, Pemprov Bali sudah menganggarkan dana untuk setiap Desa Pakraman senilai Rp200 juta pertahun. Diharapkan, dana tersebut sebagian bisa digunakan untuk mengangkat dan menggaji penyuluh/guru bahasa Bali. Amb

ALIANSI PEDULI BAHASA BALI Tuntut Lulusan Bahasa Bali Dan Agama Hindu Diberdayakan

Denpasar, sentananews.com
Forum Aliansi Bahasa Daerah Bali (FABDB) mendatangi Kantor DPRD setempat untuk menyampaikan aspirasi agar pemerintah memperjuangkan lulusan bahasa Bali dan agama Hindu diangkat menjadi guru pengajar dan penyuluh agama.

"Kedatangan kami ke gedung Dewan ingin menyampaikan aspirasi agar para lulusan bahasa Bali dan Pendidikan Agama Hindu diperjuangkan untuk diangkat menjadi guru dan tenaga penyuluh di masyarakat," kata Ketua Aliansi Bahasa Daerah Bali (ABDB) Nyoman Suka Ardiyasa di Denpasar, Senin (21/9).

Ia mengatakan saat ini lulusan bahasa Bali dan Agama Hindu mencapai 7.400 orang lebih, namun Pemerintah Provinsi Bali belum ada formasi untuk mengangkat tenaga pengajar bahasa Bali dan penyuluh Agama Hindu.

"Oleh karena itu, kami ke sini untuk menyampaikan aspirasi para alumni bahasa Bali, sehingga para anggota Dewan memberikan perhatian kepada kami dari lulusan bahasa Bali," ujarnya.

Sementara Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama mengatakan pihaknya menyambut baik kedatangan dari rekan Forum Aliansi Bahasa Bali untuk menyampaikan aspirasinya ke pihak dewan.

"Kami mendukung Forum Aliansi Bahasa Daerah Bali untuk para alumninya diperjuangkan menjadi tenaga guru dan penyuluh Agama Hindu," katanya.

Adi Wiryatama mengatakan pihaknya akan merekomendasi ke eksekutif bila ada pengangkatan guru untuk formasinya diarahkan mengangkat guru bahasa daerah Bali dan penyuluh Agama Hindu.

"Apalagi mendengar dari Ketua Forum Aliansi Bahasa Daerah Bali, bahwa pihak Pemerintah Provinsi Bali berjanji dalam formasi mendatang dalam pengangkatan guru, akan mencari guru bahasa Bali," ucapnya.

Adi Wiryatama lebih lanjut mengatakan pihaknya selain merekomendasi untuk formasi pengangkatan guru bahasa Bali, juga terkait regulasi penempatan guru bahasa Bali agar merata di pelosok desa serta penyediaan penyuluh Agama Hindu di desa adat (pakraman) di Bali.

"Desa pakraman se-Bali sudah mendapat dana hibah sebesar Rp200 juta. Bisa saja disiapkan program untuk peyediaan dana penyuluh agama," katanya.

Selain itu, kata dia, pihaknya juga mendukung adanya revisi terhadap Perda Provinsi Bali Nomor 3 tahun 1992 tentang Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali.

"Perda Nomor 3/1992 tersebut perlu dilakukan revisi, sebab banyak telah terjadi perubahan seiring dengan perkembangan zaman dan kondisi masyarakat saat ini. Kalau memang pihak eksekutif tidak melakukan revisi, kami di Dewan akan melakukan revisi melalui hak inisiatif," katanya.

Editor: Agus Panjaitan

Revisi Perda Bahasa Bali

Mahasiswa Desak Revisi Perda Bahasa Bali

FOTO MASTER (FILEminimizer)
PERDA USANG- Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Peduli Bahasa Bali (APBB) saat mendatangi Kantor DPRD Bali Senin (21/9) kemarin. Mereka menyampaikan aspirasinya dimana salah satunya adalah keberadaan Perda No. 3 Tahun 1992 tentang Bahasa, Sastra, dan Aksara Bali yang dirasakan perlu disempurnakan alias sudah usang.
Denpasar, Bali Tribune
Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Bali, seperti Universitas Udayana, Institut Hindu Dharma dan universitas lainnya, mendatangi Gedung DPRD Provinsi Bali, Senin (21/9). Para mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Peduli Bahasa Bali ini, mendesak DPRD Provinsi Bali merevisi Perda Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Bahasa, Aksara dan Bahasa Bali.
Seperti disaksikan, para mahasiswa yang memperkuat Aliansi Peduli Bahasa Bali ini, sebagian besar adalah mahasiswa jurusan sastra daerah di berbagai perguruan tinggi yang ada. Mereka datang dengan membawa sejumlah poster yang bertuliskan ‘Sempurnakan Kurikulum Bahasa Bali’, ‘Gerakan 1000 Bahasa Bali’, dan lain-lain.
Dalam aksi kali ini, para mahasiswa ini diterima langsung oleh Ketua DPRD Provinsi Bali Nyoman Adi Wiryatama, didampingi Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Gde Kesuma Putra dan anggota Gusti Putu Budiarta, anggota Komisi III DPRD Provinsi Bali Ketut Kariyasa Adnyana dan Ketua Fraksi PDIP DPRD Provinsi Bali Nyoman Parta.
Ketua Aliansi Peduli Bahasa Bali, Nyoman Suka Ardiyasa, pada kesempatan tersebut menyampaikan pernyataan sikap di depan Pimpinan DPRD Provinsi Bali. Intinya, Aliansi Peduli Bahasa Bali meminta pihak eksekutif dan legislatif, untuk segera melakukan revisi terhadap Perda Nomor 3 Tahun 1992.
“Revisi tersebut penting, supaya ada kejelasan pengangkatan guru Bahasa Bali dan semua itu diatur dalam Perda. Apalagi, Perda yang ada saat ini sudah usang,” ujar Ardiyasa.
Untuk kepentingan revisi ini, pihaknya memandang perlu rekomendasi dari DPRD Provinsi Bali yang diberikan kepada eksekutif. Rekomendasi ini sangat penting, agar nantinya ada kebijakan pengangkatan tenaga penyuluh Bahasa Bali di setiap desa di Bali.
“Dengan demikian dapat dilakukan pembinaan terhadap Bahasa Bali lebih intensif kepada masyarakat. Apalagi, Bahasa Bali bisa menjadi benteng dalam pelestarian seni dan budaya Bali,” tandas Ardiyasa.
Aliansi ini juga mengharapkan DPRD Provinsi Bali agar dapat mendorong dan menjembatani Dinas Pendidikan untuk melibatkan dinas terkait guna membentuk Tim Kajian Kurikulum Pengajaran Bahasa Bali. Ini penting dalam rangka untuk penyempurnaan buku-buku pelajaran Bahasa Bali.
“Kami juga mendorong perekrutan tenaga guru Bahasa Bali secara tegas. Ini tidak boleh setengah hati, sehinga harus diatur dalam revisi Perda ini,” ujar Ardiyasa.
Sementara Ketua DPRD Provinsi Bali Nyoman Adi Wiryatama, pada kesempatan tersebut menyatakan dukungannya terhadap aspirasi Aliansi Peduli bahasa Bali. Politisi PDIP itu juga setuju untuk dilakukan revisi terhadap Perda Nomor 3 Tahun 1993 yang juga dinilainya sudah usang. Bahkan, revisi ini diharapkan menjadi inisiatif DPRD Provinsi Bali.
Khusus soal usulan pengangkatan guru Bahasa Bali, Wiryatama mengingatkan janji Gubernur Bali Made Mangku Pastika, untuk segera mengangkat penyuluh Bahasa Bali di masing-masing Desa Pakraman. Selain itu, dana bantuan pada Desa Pakraman senilai Rp200 juta diharapkan dapat dimanfaatkan bukan hanya untuk pembangunan fisik saja tetapi juga untuk penyuluh Bahasa Bali.
“Kita minta janji gubernur untuk mengangkat tenaga penyuluh di Desa Pakraman,” pintanya. Ia menambahkan, saat ini tercatat ada 7.400 sarjana Sastra Bali dan belum ditempatkan secara benar. Selama ini penempatan tenaga guru Bahasa Daerah tidak pernah merata di semua kabupaten.
“Karena itu, kita akan rekomendasi dan bisa mengatur penempatannya secara merata baik penyuluh maupun guru Bahasa Bali,” pungkas Wiryatama.
Bagikan artikel ini:

Penyuluh Agama dan Bahasa Bali Diterjunkan ke Desa Pekraman

Penyuluh Agama dan Bahasa Bali Diterjunkan ke Desa Pekraman
Aksara Bali/Ist
Denpasar, dipabali.com – Komisi IV DPRD Bali dan Pemprov Bali memberi lampu hijau atas usulan berbagai pemangku kepentingan di Bali agar desa pekraman di Bali memiliki penyuluh agama Hindu dan bahasa dan sastra Bali.
Hal itu terungkap dalam rapat komisi IV DPRD Bali dengan Kadis Pendidikan Provinsi Bali, Kadis Kebudayaan Provinsi Bali, Bappeda, MUDP, PHDI Bali, Akademisi Unud, Unhi, IHDN, Undiksha, IKIP PGRI Bali, Aliansi Peduli Bahasa Bali, dan lembaga lainnya, di gedung DPRD Bali, Kamis (1/10).
Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bali, Gede Kusuma Putra, kesepakatan tersebut untuk menjaga agama dan budaya Bali ke depannya. Terutama untuk memberikan edukasi kepada generasi muda Bali.
Hanya saja, kata Kusuma Putra, masih perlu dibicarakan apakah setiap desa pekraman disamakan atau dipilah-pilah. “Sebab, masing-masing desa pekraman tidak sama. Baik jumlah penduduk maupun luas wilayahnya,” kata politisi PDIP asal Buleleng ini.
Selain penyuluh, juga disepakati perlu ada tenaga guru PAUD yang saat ini masih dicarikan istilah yang tepat sesuai local genius Bali.
Selain itu, dalan rapat itu juga mengemuka usulan untuk revisi Perda provinsi Bali Nomor 3 Tahun 1992 tentang Bahasa dan Sastra Bali.
Dijelaskan Kusuma Putra, dalam revisi nanti dimasukkan pasal yan mewajibkan setiap sekolah di Bali dari sekolah dasar sampai perguruan mengajarkan bahasa dan sastra Bali.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Dewa Beratha mengatakan, pihaknya belum memutuskan setiap desa pekraman menempatkan satu penyuluh agama dan satu penyuluh bahasa dan sastra Bali, atau disesuaikan dengan karakteristik masing-masing desa pekraman.
Karena itu masih perlu dibicarakan lebih lanjut. Sedangkan untuk revisi Perda Bahasa dan Sastra Bali, menurut dia, semua komponen masyarakat Bali harus duduk bersama untuk mengkajinya. (AA/DB)

Home » Bali

Kesepakatan soal Penyuluh Bahasa Bali Terbentur Anggaran dan Wilayah Desa

Kamis, 1 Oktober 2015 23:02

Kesepakatan soal Penyuluh Bahasa Bali Terbentur Anggaran dan Wilayah Desa
Tribun Bali/AA Gde Putu Wahyura
Rapat yang dipimpin oleh Gede Kusuma Putra, Ketua Komis IV DPRD Provinsi Bali, Ruang Badan Anggaran DPRD Provinsi Bali, Denpasar, Kamis (1/10/2015) 
Laporan Wartawan Tribun Bali, AA Gde Putu Wahyura
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bali, Gede Kusuma Putra yang membidangi masalah pendidikan mengatakan, dari hasil rapat kali ini, baik dari eksekutif dan legislatif sudah menyetujui tentang diperlukannya pengangkatan penyuluh bahasa Bali dan penyuluh agama Hindu di masing-masing pakraman di Bali.
“Sekarang tinggal dari Bappeda merencanakan hal tersbebut baik dengan BPMPD, Dinas Kebudayaan, dan juga Dinas Pendidikan, agar di tahun 2016 ini bisa dilaksanakan kebijakan ini” kata Kusuma memimpin rapat pengangkatan penyuluh bahasa Bali dan agama Hindu di Bali di Ruang banggar DPRD Provinsi Bali, Denpasar, Kamis (1/10/2015).
Kepala Dians Kebudayaan Provinsi Bali, Dewa Beratha mengatakan, pihaknya sudah sepakat akan mengangkat penyuluh bahasa Bali dan agama Hindu, tetapi permasalahannya ada pada di desa mana akan ditempatkan penyuluh tersebut, karena ini terkait dengan anggaran dari masing-masing desa pakraman.
“Ini masih akan ada pembahasan, apakah penyuluh ini ditempatkan di masing-masing desa dinas atau desa pakraman, karena untuk bantuan desa pakraman kan memakai dua pola, ada desa pakraman di wilayah kelurahan (di wilayah dinas), ada di wilayah prebekel (desa adat). Sedangkan BKK (Bantuan Keuangan Khusus) kan tidak bisa diberikan prebekel ataupun desa adat karena tidak berbadan hukum” kata Beratha.
Ia menambahkan, jika penyuluh akan ditempatkan di masing-masing desa pakraman, maka jumlah desa pakraman di Bali ada 1.488 desa parkraman.
Sedangkan permasalahanya, ada satu desa pakraman yang hanya terdiri dari satu banjar, dan ada desa pakraman dengan jumlah banjar lebih dari 10 banjar.
“Kalau kami kembali pada konsep IB Mantra, dahulu saat beliau menjabat Gubernur Bali, pernah mengusulkan hal ini. Beliau meminta ada penyuluh di masing-masing desa dinas dan satu koordinator di kecamatan, kalau dari segi management itu pasti, dia punya tempat untuk bekerja. Maka dari itu ini kan belum final jadi harus terus dikaji dan duduk bersama untuk membahas ini” ujar Beratha.(*)

Kamis, 30 Juli 2015

Kategori : Jendela Pendidikan(Ragam)
Oleh : Arnold Dhae   |   Tanggal : 17 - Jan - 2013 17:29:59
Bahasa Bali tetap Diperjuangkan Jadi Mulok
Kategori : Jendela Pendidikan(Ragam)
Oleh : Arnold Dhae   |   Tanggal : 17 - Jan - 2013 17:29:59
Bahasa Bali tetap Diperjuangkan Jadi Mulok
"Semua elemen masyarakat Bali harus ikut bersuara guna mendesak pemerintah pusat 
Denpasar (beritadewata.com) - Keresahan atau kekuatiran akan punahnya bahasa Bali karena ancaman akan dihapusnya muatan lokal dalam mata pelajaran di sekolah memancing reaksi berbagai elemen masyarakat Bali. Ketua Asosiasi Peduli Bahasa Bali I Nyoman Suka Ardiyasa saat ditemui di Renon, Kamis (17/1) menjelaskan, saat ini saja banyak anak-anak remaja sudah tidak bisa lagi berbahasa daerah Bali dengan baik dan benar. "Dengan kondisi seperti ini, pelajaran Bahasa Bali sebagai muatan lokal mau disatukan dengan pelajaran Seni Budaya, maka cepat atau lambat hancur lagh Bahasa Bali di negerinya sendiri. Dan dengan itu budaya Bali juga akan terkikis secara perlahan namun pasti," ujarnya.

Menurutnya, semua elemen masyarakat Bali harus ikut bersuara guna mendesak pemerintah pusat yang dalam hal ini adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar Bahasa Bali tetap menjadi mata pelajaran tersendiri. Ia mengaku dirinya bersama teman-teman pernah datang ke Jakarta ke bagian kurikulum untuk menyampaikan tujuan dimaksud. "Itulah sebabnya tim dari Kementerian Pendidikan datang ke Bali untuk mendengarkan secara langsung aspirasi masyarakat Bali," ujarnya. Maka ia berharap agar para budayawan, akademisi, tokoh masyarakat perlu ikut memperjuangkan hal tersebut.

Sementara itu Ketua Komisi IV DPRD Bali Nyoman Parta yang ditemui di tempat yang sama berjanji menindaklanjuti usulan tokoh masyarakat, mahasiswa, dan kalangan akademisi terkait perubahan kurikulum pendidikan, khususnya penggabungan pelajaran bahasa daerah dengan seni dan budaya. "Kami akan menindaklanjuti aspirasi dan usulan dari para tokoh masyarakat, mahasiswa dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi terkait kurikulum pendidikan itu," katanya. Menurut dia, bahasa Bali seharusnya menjadi kurikulum muatan lokal, bukan digabung dengan mata pelajaran seni dan budaya seperti yang direncanakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu. Ia berjanji jika komisinya akan menggelar rapat dengan Gubernur Bali dan instansi terkait agar Bahasa Bali tetap diajarkan dan pendanannya bisa diambil dari APBD.

Parta lebih lanjut mengharapkan kepada desa pakraman (adat) di Bali ikut serta melakukan upaya pelestarian bahasa Bali. Salah satunya memberikan penyuluhan kepada masyarakat di sekitarnya. "Dana hibah yang dialokasikan melalui APBD untuk desa pakraman (adat) yang dibagikan masing-masing Rp100 juta, bisa disisihkan untuk dana pemberdayaan masyarakat melalui pengangkatan seorang penyuluh bahasa Bali," katanya. Untuk honor tenaga penyuluh bahasa Bali tersebut agar disesuaikan dengan upah minimum kabupaten (UMK). 

Balinese language to stay in schools

by Ni Komang Erviani on 2013-04-08
For those worrying about the newly introduced 2013 national education curriculum that removed the Balinese language as a stand-alone subject, good news has been issued by the Education and Culture Ministry. A senior official at the ministry firmly declared that Bali could keep Balinese language on the curriculum if it fulfilled several requirements.

“The official at the ministry said the provincial administration can issue a special policy on maintaining Balinese language as a stand-alone subject on the curriculum, especially for schools in the province. We need a governor decree to manage the subject, obviously,” I Nyoman Suka Ardiyasa, the leader of the alliance of people who care about the local language of Bali, told Bali Daily recently.

He was representing the alliance at a consultation meeting with the Education and Culture Ministry at the ministry’s office in Jakarta last week. The consultation was also attended by representatives of the Bali legislative council and provincial education, youth and sport agency.

The governor’s decree will regulate how the subject would be taught in schools, including how many hours a week students should study the subject.

The ministry official also denied that they would remove the certification program for Balinese language teachers. “They said that they are ready to hold a competency test for Balinese language teachers. But they asked the provincial administration to provide several documents first,” Ardiyasa added.

The governor’s decree will also legislate these competency tests for teachers. The ministry also requires data on the number of Balinese language teachers across the island, public and private universities that have a Balinese program, and a letter from the provincial administration requesting the ministry hold a competency test.

The ministry also asked the provincial administration to revise its 1992 bylaw on Balinese, as it was too old and needed additional points based on current needs. “All requirements, except the bylaw revision, should be fulfilled soon, before the new school year begins. The revised bylaw will need more time,” Ardiyasa said.

“Be grateful that we could keep Balinese on the curriculum. We hope that the Bali administration will seriously fulfill all the documents required by the ministry,” he declared.

Head of the Bali Education, Youth and Sports Agency, Anak Agung Ngurah Gde Sujaya, admitted that the ministry required some documents to keep the language on the curriculum. “We are now working on preparing all the requirements. I hope no one worries about the existence of the language as a stand-alone subject in schools anymore. We will work fast to fulfill all the documents needed,” Sujaya said.

Previously, many students, scholars and community leaders on the island had staged rallies to express their rejection of the new national curriculum designed by the ministry.

The 2013 curriculum stipulates that “local content”, or unique subjects taught only in schools in specific regions, be integrated into the arts and culture classes. The local language is considered local content and so must be merged into the arts and culture lessons, thus limiting students’ opportunities to learn the language. This is applicable to schools from elementary to senior high school level.

Bali Governor Made Mangku Pastika had also conveyed his support for the existence of Balinese on the curriculum. He pledged to fight hard for its continued presence, saying that the language was extremely important for Balinese people.

“It is really important to maintain the Balinese language as it is our local genius. It is extremely different from Indonesian. Balinese is the basis of our culture as it is used in our rituals, so it is really important that it is maintained.”

Pastika stressed that he would soon issue the governor decree as the legal basis for keeping Balinese in the curriculum. “We will issue the regulation soon. I am assured that the process would not take a long time, as it only needs simple discussion. All of us, including the legislative council, have agreed to maintain our language,” Pastika
declared.

In addition to the regulation, the governor will also draft the required revision of the 1992 provincial bylaw on language, letters and literature. The bylaw stipulates the need to teach, develop and preserve the Balinese language.

 sumber ; http://www.thebalidaily.com/2013-04-08/balinese-language-stay-schools.html

Rabu, 29 Juli 2015

Balinese language to stay in schools

Balinese language to stay in schools

BY NI KOMANG ERVIANI ON 2013-04-08
For those worrying about the newly introduced 2013 national education curriculum that removed the Balinese language as a stand-alone subject, good news has been issued by the Education and Culture Ministry. A senior official at the ministry firmly declared that Bali could keep Balinese language on the curriculum if it fulfilled several requirements.

“The official at the ministry said the provincial administration can issue a special policy on maintaining Balinese language as a stand-alone subject on the curriculum, especially for schools in the province. We need a governor decree to manage the subject, obviously,” I Nyoman Suka Ardiyasa, the leader of the alliance of people who care about the local language of Bali, told Bali Daily recently.

He was representing the alliance at a consultation meeting with the Education and Culture Ministry at the ministry’s office in Jakarta last week. The consultation was also attended by representatives of the Bali legislative council and provincial education, youth and sport agency.

The governor’s decree will regulate how the subject would be taught in schools, including how many hours a week students should study the subject.

The ministry official also denied that they would remove the certification program for Balinese language teachers. “They said that they are ready to hold a competency test for Balinese language teachers. But they asked the provincial administration to provide several documents first,” Ardiyasa added.

The governor’s decree will also legislate these competency tests for teachers. The ministry also requires data on the number of Balinese language teachers across the island, public and private universities that have a Balinese program, and a letter from the provincial administration requesting the ministry hold a competency test.

The ministry also asked the provincial administration to revise its 1992 bylaw on Balinese, as it was too old and needed additional points based on current needs. “All requirements, except the bylaw revision, should be fulfilled soon, before the new school year begins. The revised bylaw will need more time,” Ardiyasa said.

“Be grateful that we could keep Balinese on the curriculum. We hope that the Bali administration will seriously fulfill all the documents required by the ministry,” he declared.

Head of the Bali Education, Youth and Sports Agency, Anak Agung Ngurah Gde Sujaya, admitted that the ministry required some documents to keep the language on the curriculum. “We are now working on preparing all the requirements. I hope no one worries about the existence of the language as a stand-alone subject in schools anymore. We will work fast to fulfill all the documents needed,” Sujaya said.

Previously, many students, scholars and community leaders on the island had staged rallies to express their rejection of the new national curriculum designed by the ministry.

The 2013 curriculum stipulates that “local content”, or unique subjects taught only in schools in specific regions, be integrated into the arts and culture classes. The local language is considered local content and so must be merged into the arts and culture lessons, thus limiting students’ opportunities to learn the language. This is applicable to schools from elementary to senior high school level.

Bali Governor Made Mangku Pastika had also conveyed his support for the existence of Balinese on the curriculum. He pledged to fight hard for its continued presence, saying that the language was extremely important for Balinese people.

“It is really important to maintain the Balinese language as it is our local genius. It is extremely different from Indonesian. Balinese is the basis of our culture as it is used in our rituals, so it is really important that it is maintained.”

Pastika stressed that he would soon issue the governor decree as the legal basis for keeping Balinese in the curriculum. “We will issue the regulation soon. I am assured that the process would not take a long time, as it only needs simple discussion. All of us, including the legislative council, have agreed to maintain our language,” Pastika
declared.

In addition to the regulation, the governor will also draft the required revision of the 1992 provincial bylaw on language, letters and literature. The bylaw stipulates the need to teach, develop and preserve the Balinese language.
sumber http://www.thebalidaily.com/2013-04-08/balinese-language-stay-schools.html

Ribuan Mahasiswa Tolak Penggabungan Bahasa Bali

Ribuan Mahasiswa Tolak Penggabungan Bahasa Bali
Kamis, 17 Januari 2013 | 13:43 WIB

INILAH.COM, Denpasar - Ribuan mahasiswa yang mengatasnamakan diri Aliansi Peduli Bahasa Daerah se-Bali menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Bali untuk menolak kurikulum 2013 tentang pengintegrasian muatan lokal dengan seni budaya.

Selain membentengkan sejumlah spanduk bertuliskan "jangan jadikan kami korban kurikulum", "hidup di Bali mati di Bali" dan lainnya, para demonstran dari berbagai universitas di Bali ini juga meneriakkan yel-yel penolakan penggabungan bahasa Bali ke dalam seni budaya.

Aliansi Peduli Bahasa Daerah se-Bali memandang pemahaman terhadap budaya lokal menurun, pelestarian bahasa daerah tidak maksimal. Para pendemo menilai bahasa Bali merupakan media pengungkapan kebudayaan Hindu Bali. Pasalnya, jika bahasa Bali hilang maka simbol-simbol budaya juga akan hilang.

Menurut koordinator aksi, I Nyoman Suka Ardiyasa, penggabungan bahasa daerah ke dalam seni budaya akan berdampak pada kepunahan bahasa Bali. "Dengan pengabungan tersebut, kepunahan bahasa Bali semakin dekat, karena terjadi pengkaburan bahasa Bali," ujar Ardiyasa, Kamis (17/1/2013).

Bahasa Bali yang masih eksis menurut Ardiyasa hingga kini tetap dan harus dipertahankan. "Jam mata pelajaran bahasa Bali berkurang. Dan ini mengancam keberadaan budaya Bali," tegas Ardiyasa.

Bagi Ardiyasa, bahasa Bali harus dipertahankan karena merupakan kebanggaan masyarakat Bali. "Dari kecil saya mengunakan bahasa Bali. Kalau sampai dihapus, artinya mengganti identitas orang Bali. Kita tidak mau bahasa Bali diganti bahasa lain," pintanya.

Para demonstran akhirnya diterima dan diajak berdialog oleh anggota DPRD Bali. Dalam kesempatan itu, Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta akhirnya sepakat dan berjanji akan memperjuangkan aspirasi ribuan mahasiswa Bali tersebut. [rok]

sumber ; http://m.inilah.com/news/detail/1948353/ribuan-mahasiswa-tolak-penggabungan-bahasa-bali

Balinese language threatened by new curriculum

Balinese language threatened by new curriculum
Posted on January 18 2013 | 623 views
balinese
Hundreds of university students from across Bali rallied yesterday in a demonstration in front of the parliament building in Renon to show their opposition to the newly proposed 2013 school curriculum, that according to them, could result in the dilution of Balinese culture, traditions and language.
Under the new scheme, Balinese lessons will be scrapped, and arts and culture classes will be expanded to incorporate teachings and cultural input from all over the Indonesian archipelago, not just Bali.
Opposition supporters argue that the integration of national cultures into one class means less time to focus on Balinese traditions, and threatens the existence of the Balinese language.
“This merger of art and culture threatens the Balinese language with extinction,” stated activist I Nyoman Suka Ardiyasa as he unfurled a banner outside the parliament building.
Furthermore, students are calling on all parties to prioritise and maintain the Balinese language, which is widely spoken by the majority of local people in the island, and provides a strong sense of identity and pride.
Chairman of Commission IV DPRD Bali, Nyoman Parta promised to be ready to fight for the demands of the students who oppose the new curriculum.
“Language is a medium of expression for Balinese Hindu culture,” added Ardiyasa, “it cannot disappear”.
Source:
Photo: www.bodley.ox.ac.uk
- See more at: http://beatmag.com/daily/balinese-language-threatened-by-new-curriculum/#sthash.KKXjBD4v.dpuf

demo di depan kantor DPRD bali

demo di depan kantor DPRD bali

Denpasar 17/01(Seputarbali.com) - Ribuan mahasiswa yang mengatasnamakan diri Aliansi Peduli Bahasa Daerah se-Bali menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Bali untuk menolak kurikulum 2013 tentang pengintegrasian muatan lokal dengan seni budaya.

Selain membentengkan sejumlah spanduk bertuliskan "jangan jadikan kami korban kurikulum", "hidup di Bali mati di Bali" dan lainnya, para demonstran dari berbagai universitas di Bali ini juga meneriakkan yel-yel penolakan penggabungan bahasa Bali ke dalam seni budaya.

Aliansi Peduli Bahasa Daerah se-Bali memandang pemahaman terhadap budaya lokal menurun, pelestarian bahasa daerah tidak maksimal. Para pendemo menilai bahasa Bali merupakan media pengungkapan kebudayaan Hindu Bali. Pasalnya, jika bahasa Bali hilang maka simbol-simbol budaya juga akan hilang.

Menurut koordinator aksi, I Nyoman Suka Ardiyasa, penggabungan bahasa daerah ke dalam seni budaya akan berdampak pada kepunahan bahasa Bali. "Dengan pengabungan tersebut, kepunahan bahasa Bali semakin dekat, karena terjadi pengkaburan bahasa Bali," ujar Ardiyasa, Kamis (17/1/2013).

Bahasa Bali yang masih eksis menurut Ardiyasa hingga kini tetap dan harus dipertahankan. "Jam mata pelajaran bahasa Bali berkurang. Dan ini mengancam keberadaan budaya Bali," tegas Ardiyasa.

Bagi Ardiyasa, bahasa Bali harus dipertahankan karena merupakan kebanggaan masyarakat Bali. "Dari kecil saya mengunakan bahasa Bali. Kalau sampai dihapus, artinya mengganti identitas orang Bali. Kita tidak mau bahasa Bali diganti bahasa lain," pintanya.

Para demonstran akhirnya diterima dan diajak berdialog oleh anggota DPRD Bali. Dalam kesempatan itu, Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta akhirnya sepakat dan berjanji akan memperjuangkan aspirasi ribuan mahasiswa Bali 
tersebut.
 sumber http://blogger-iwayanmardiana.blogspot.com/2013_01_18_archive.html

Ratusan Mahasiswa Bali Demo Tolak Kurikulum 2013

Ratusan Mahasiswa Bali Demo Tolak Kurikulum 2013
"Bahasa Bali haus dipertahankan karena merupakan taksu dan kebanggaan masyarakat Bali"
Ragam - Oleh : Arnold Dhae
17 - Jan - 2013 12:03:11

Denpasar (beritadewata.com) - Ratusan mahasiswa dari berbagai universitas di Bali menggelar aksi unjuk rasa. Aksi demonstrasi yang dipusatkan di Gedung DPRD Bali itu dimaksudkan untuk menolak kurikulum 2013, salah satunya adalah pengintegrasian muatan lokal dengan seni budaya.

Ratusan mahasiswa yang menamakan diri Aliansi Peduli Bahasa Daerah se-Bali itu menyemuti taman DPRD Bali sejak pukul 10.00 WITA. Mereka meneriaki yel-yel penolakan sembari membentengkan sejumlah spanduk. Korlap aksi, I Nyoman Suka Ardiyasa menjelaskan, penggabungan bahasa daerah ke dalam mata pelajaran seni budaya berdampak pada kepunahan bahasa Bali. "Dengan pengabungan tersebut, kepunahan bahasa Bali semakin dekat, karena terjadi pengkaburan bahasa Bali," kata dia, Kamis (17/1).

Ia melanjutkan, bahasa Bali yang masih hidup hingga kini tetap dan harus dipertahankan. "Jam mata pelajaran bahasa Bali berkurang. Dan ini mengancam bahasa Bali dan keberadaan budaya Bali dalam bahasa Bali itu lah bisa dipelajari budaya Bali," imbuh Ardiyasa.

Menurutnya, bahasa Bali haus dipertahankan karena merupakan taksu dan kebanggaan masyarakat Bali. "Dari kecil saya mengunakan bahasa Bali. Kalau sampai dihapus, artinya mengganti identitas orang Bali. Kita tidak mau bahasa Bali diganti bahasa lain," tegas Ardiyasa.

Dalam selebaran tuntutan yang dibagikan, aliansi memandang jika pemahaman terhadap budaya lokal menurun, maka pelestarian bahasa daerah tidak maksimal. Mereka juga menyebut jika bahasa Bali merupakan media pengungkapan kebudayaan Hindu Bali. Artinya, jika bahasa Bali hilang maka simbol-simbol budaya juga akan hilang. Dengan membawa spanduk bertuliskan "jangan jadikan kami korban kurikulum", "hidup di Bali mati di Bali" dan lainnya, ribuan mahasiswa yang didampingi dosen mereka itu diajak berdialog dengan anggota DPRD Bali.

Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta sepakat dan berjanji akan memperjuangkan aspirasi mereka.
sumber 
http://pendidikan.beritadewata.com/berita/Ragam/Ratusan-Mahasiswa-Bali-Demo-Tolak-Kurikulum-2013.html

''Jangan hapus bahasa Bali!''

''Jangan hapus bahasa Bali!''

lagi, Bali menentang penghapusan bahasa Bali dari Kurikulum 2013. Pagi ini (1/4/2013) ratusan mahasiswa dari Aliansi Peduli Bahasa Daerah se-Bali berdemo di halaman DPRD Bali di Denpasar. Pelajaran bahasa Bali belum dicantumkan ke dalam kurikulum, padahal bahasa Jawa dan Sunda sudah.

Januari lalu (17/1/2013) juga ada demo sejenis. “Penggabungan bahasa daerah ke dalam seni budaya berdampak pada kepunahan bahasa Bali,” kata korlap demo saat itu, I Nyoman Suka Ardiyasa, yang dikutip oleh Okezone.
Sumber ; http://beritagar.com/p/jangan-hapus-bahasa-bali

Antyo R.

Bahasa Bali tetap Diperjuangkan Jadi Mulok

Bahasa Bali tetap Diperjuangkan Jadi Mulok
"Semua elemen masyarakat Bali harus ikut bersuara guna mendesak pemerintah pusat "
Denpasar (beritadewata.com) - Keresahan atau kekuatiran akan punahnya bahasa Bali karena ancaman akan dihapusnya muatan lokal dalam mata pelajaran di sekolah memancing reaksi berbagai elemen masyarakat Bali. Ketua Asosiasi Peduli Bahasa Bali I Nyoman Suka Ardiyasa saat ditemui di Renon, Kamis (17/1) menjelaskan, saat ini saja banyak anak-anak remaja sudah tidak bisa lagi berbahasa daerah Bali dengan baik dan benar. "Dengan kondisi seperti ini, pelajaran Bahasa Bali sebagai muatan lokal mau disatukan dengan pelajaran Seni Budaya, maka cepat atau lambat hancur lagh Bahasa Bali di negerinya sendiri. Dan dengan itu budaya Bali juga akan terkikis secara perlahan namun pasti," ujarnya.

Menurutnya, semua elemen masyarakat Bali harus ikut bersuara guna mendesak pemerintah pusat yang dalam hal ini adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar Bahasa Bali tetap menjadi mata pelajaran tersendiri. Ia mengaku dirinya bersama teman-teman pernah datang ke Jakarta ke bagian kurikulum untuk menyampaikan tujuan dimaksud. "Itulah sebabnya tim dari Kementerian Pendidikan datang ke Bali untuk mendengarkan secara langsung aspirasi masyarakat Bali," ujarnya. Maka ia berharap agar para budayawan, akademisi, tokoh masyarakat perlu ikut memperjuangkan hal tersebut.

Sementara itu Ketua Komisi IV DPRD Bali Nyoman Parta yang ditemui di tempat yang sama berjanji menindaklanjuti usulan tokoh masyarakat, mahasiswa, dan kalangan akademisi terkait perubahan kurikulum pendidikan, khususnya penggabungan pelajaran bahasa daerah dengan seni dan budaya. "Kami akan menindaklanjuti aspirasi dan usulan dari para tokoh masyarakat, mahasiswa dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi terkait kurikulum pendidikan itu," katanya. Menurut dia, bahasa Bali seharusnya menjadi kurikulum muatan lokal, bukan digabung dengan mata pelajaran seni dan budaya seperti yang direncanakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu. Ia berjanji jika komisinya akan menggelar rapat dengan Gubernur Bali dan instansi terkait agar Bahasa Bali tetap diajarkan dan pendanannya bisa diambil dari APBD.

Parta lebih lanjut mengharapkan kepada desa pakraman (adat) di Bali ikut serta melakukan upaya pelestarian bahasa Bali. Salah satunya memberikan penyuluhan kepada masyarakat di sekitarnya. "Dana hibah yang dialokasikan melalui APBD untuk desa pakraman (adat) yang dibagikan masing-masing Rp100 juta, bisa disisihkan untuk dana pemberdayaan masyarakat melalui pengangkatan seorang penyuluh bahasa Bali," katanya. Untuk honor tenaga penyuluh bahasa Bali tersebut agar disesuaikan dengan upah minimum kabupaten (UMK).

sumber ;
http://beritadewata.com/Jendela-Pendidikan/Ragam/Bahasa-Bali-tetap-Diperjuangkan-Jadi-Mulok.html
Kategori : Jendela Pendidikan(Ragam)
Oleh : Arnold Dhae   |   Tanggal : 17 - Jan - 2013 17:29:59

Ribuan Guru Bahasa Bali Terancam Menganggur

Ribuan Guru Bahasa Bali Terancam Menganggur
" Ada sekitar 9 ribu orang guru bahasa Bali yang terancam kehilangan pekerjaan"
Denpasar (beritadewata.com) - Ribuan guru bahasa Bali saat ini terancam kehilangan pekerjaan. Hal ini seiring dengan tidak diakomodirnya bahasa Bali dalam kurikulum baru yang akan diberlakukan Juli 2013. Bahasa Bali hanya masuk dalam mata pelajaran seni budaya. Ketua Asosiasi Peduli Bahasa Daerah Bali I Nyoman Suka Ardiyasa saat ditemui di Denpasar, Senin (1/4) mengatakan, akibat tidak diakomodirnya bahasa Bali dalam kurikulum 2013, ada ribuan guru bahasa Bali yang terancam kehilangan pekerjaan. "Mata pelajaaran bahasa Bali yang selama ini menjadi Mulok sudah terintegrasi ke dalam pelajaran seni budaya. Pertanyaan kita, kemana guru bahasa Bali akan bekerja," ujarnya.

Saat ini ada sekitar 9 ribu orang guru bahasa Bali yang terancam kehilangan pekerjaan. Angka ini belum termasuk mahasiswa jurusan bahasa Bali di beberapa perguruan tinggi di Bali yang saat ini masih kuliah aktif. Bila dihitung semua maka jumlah akan mencapai ribuan dan mereka pasti kesulitan untuk mendapatkan tempat di lembaga pendidikan dari SD hingga SMA. Menurutnya, kelemahan utama penerapan bahasa Bali selama ini adalah perangkat hukum yang tidak jelas. Bila dibandingkan dengan bahasa Jawa dan Sunda maka bahasa Bali sama sekali tidak diatur baik dalam Perda maupun Pergub.

Tidak dimasukannya bahasa Bali ke dalam kurikulum dinilai sebagai langkah yang sangat kontraproduktif. Bahasa itu menunjukkan eksistensi seseorang, sekelompok orang atau suku tertentu. "Disebut tindakan kontraproduktif karena UNESCO sendiri mengakui bahasa Bali. Tetapi di Indonesia sendiri bahasa Bali tidak diakui," ujarnya. Dihapusnya bahasa Bali dari kurikulum tahun 2013, cepat atau lambat merupakan langkah awal secara sistematis akan tergerusnya akar budaya Bali dari generasi muda Bali.
sumber ;http://beritadewata.com/Peristiwa/Berita-Peristiwa/Ribuan-Guru-Bahasa-Bali-Terancam-Menganggur.html
Kategori : Peristiwa(Berita Peristiwa)
Oleh : Exxle Dhae   |   Tanggal : 01 - Apr - 2013 13:41:21

Kamis, 09 Juli 2015











Taksu, Catur Sanak dan Batara Hyang Guru.
Kabligbagang antuk Sugi Lanus
Dalam kesenian Bali kata 'taksu' adalah pembendaharaan kata yang sangat penting, sekaligus bisa mengundang berbagai interpretasi. Namun tidak banyak yang melihat konteks teologi kata 'taksu'.
Kata ”taksu” dikatakan berasal dari kata Sanskrit ”aksi” artinya melihat. Kemampuan seseorang melihat dengan mata batin dan penuh perhatian, menembus sampai ke ujung makna terdalam, itulah yang disebut mataksu. 
Ada pula pandangan yang mengatakan bahwa taksu berasal dari kata Sanskrit "taksh" yang artinya mencipta dan menemukan (create and invent). Seseorang yang punya kekuatan untuk 'menemukan' atau 'mencipta' dan juga menunjukan orisinalitas dirinya itulah disebut 'metaksu'.
Dalam konteks teologi Bali sangat jelas posisi kata 'taksu'. Batara Taksu adalah gelar Batara (Dewa Siwa). 'Aksi' atau 'taks': 'Melihat' dan 'mencipta' adalah sifat Keilahian. Secara turun-temurun orang Bali, walaupun banyak yang tidak sadar, menyebut dan memuja Hyang Siwa sebagai Batara Taksu, yang pelinggih atau altarnya ada disetiap Sanggah/Mrajan keluarga orang Bali.
Kemulan Taksu sebagai pemujaan Batara Siwa
Di hulu halaman (Ulun Karang) setiap rumah tinggal umat Hindu di Bali terdapat tempat pemujaan yang disebut Merajan/Sanggah Kemulan. Salah satu pelinggihnya disebut Taksu. Kamulan posisinya di deret timur dari areal Merajan. Sebutan lain untuk Kemulan Taksu adalah Pelinggih Batara Hyang Guru.
Keberadaan Pelinggih Taksu dan Kemulan berkaitan erat dengan kepercayaan terdalam Hindu yaitu Atma (ruh suci).
Disebutkan dalam Lontar Purwa Bhumi Kamulan, bahwa Atman yang telah mencapai tingkat Dewa Pitara atau Siddha Devata distanakan di Pelinggih Kamulan. Lontar lain yaitu Lontar Gayatri mengatakan manusia yang meninggal ruhnya sebut Preta, setelah diaben menjadi Pitara, lewat proses Atma Wedana menjadi Dewa Pitara.
Lontar Siwa Tattwa Purana sangat detail menyangkut upacara Ngaben. Disebutkan ada lima jenis upacara Atma Wedana berdasarkan besar kecilnya upacara yaitu: Ngangsen, Nyekah, Mamukur, Maligia dan Ngeluwer. Setelah sang ruh disucikan menjadi Dewa Pitara masih ada proses lanjutan berupa upacara yang disebut Dewa Pitra Pratistha, atau umumnya disebut upacara Nuntun Dewa Hyang. Tahap ini juga kadang disebut Upakara Ngalinggihan Dewa Hyang di Pelinggih Kamulan. Karena Dewa Hyang atau Atma dituntun terakhir ke Pelinggih Kamulan maka Pelinggih Kamulan dalam berbagai literatur lontar disebut sebagai stana Sang Hyang Atma.
Lontar Angastya Prana menceritakan bahwa saat jabang bayi ada dalam kandungan berada dalam pengawasan Dewa Siwa. Setelah sembilan bulan lebih jabang bayi tersebut ada dalam kandungan maka Dewa Siwa minta agar jabang bayi itu lahir ke dunia. Diceritakan jabang bayi itu takut lahir ke dunia. Jabang bayi takut karena hidup di dunia itu banyak penderitaan yang akan dialami. Ada angin ribut, ada gempa, ada gunung meletus, ada kelaparan, ada banjir, ada perang dan banyak lagi ada hal-hal yang membuat orang menderita. Atas jawaban jabang bayi itu Dewa Siwa menyatakan bahwa engkau tidak perlu takut hidup di dunia, nanti saudaramu yang empat itu akan membantu kamu mengatasi segala derita. 
"Untuk itu kamu harus minta bantuan kepada saudaramu yang empat itu yang disebut Catur Sanak," sabda Batara Siwa. Catur Sanak itu adalah ari-ari atau plasenta, darah, lamas dan yeh nyom. Empat hal itulah yang melindungi dan memelihara secara langsung sang jabang bayi dalam kandungan ibunya. 
Lanjut kisah Lontar Angastya Prana, sang jabang bayi bersedia minta tolong pada Sang Catur Sanak. Permintaan jabang bayi itu disanggupi oleh Sang Catur Sanak dengan catatan agar setelah lahir ke dunia sang bayi tidak boleh lupa dengan dirinya. Dengan kesepakatan itu Sang Catur Sanak mendorong sang jabang bayi lahir ke dunia.
Setelah sang bayi dan Catur Canak sama-sama lahir ke dunia, keduanya mendapatkan perlakuan sekala dan niskala. Setiap bayi diupacarai secara keagamaan. Sang Catur Sanak pun ikut serta diupacarai. Nama Sang Catur Sanak berubah menjadi seratus delapan kali. Demikianlah sampai sang bayi meningkat dewasa, tua dan sampai meninggal.
Saat bayi baru lahir Catur Sanak mendapatkan upacara dengan sarana nasi kepel empat kepel. Saat sudah meninggal roh atau Atman dipreteka dengan upacara ngaben, saat itu Catur Sanak mendapatkan upacara dengan sarana beras catur warna. Sampai upacara Atma Wedana dan roh mencapai Dewa Pitara distanakan di Pelinggih Kamulan, maka Catur Sanak distanakan di Pelinggih Taksu. 
Sebuah versi mengatakan bahwa ke empat Catur Sanak adalah perwujudan Dewa Siwa sendiri. Keberadaan ajaran Catur Sanak sendiri tidak terpisahkan dengan ajaran Siwaistik yaitu Panca Kausika. Karena itulah Palinggih Taksu tidak bedanya dengan Palinggih Hyang Siwa. 
Taksu dalam teks dan konteks di atas adalah kisah penciptaan dan kembali ke alam asal (alam kematian). Taksu atau Sang Pencipta atau Sang Muasal adalah Batara Siwa yang di dunia dan kehidupan sehari-hari kita puja sebagai Batara Hyang Guru atau Taksu. Beliau berkedudukan sebagai guru niskala dan pembimbing kehidupan batiniah orang Bali sekaligus penuntun dalam menjalani kehidupan di dunia.
Wana Parwa 27.214 menjelaskan ada lima macam Guru. Atman adalah satu dari lima guru yang dinyatakan dalam Vana Parwa tersebut. Pendirian tempat pemujaan keluarga di Ulun Karang tempat tinggal adalah untuk menstanakan Atman kembali ke muasalnya sebagai Batara Hyang Guru. 
Hari Raya Pagerwesi, yang merupakan salah satu hari raya penting di Buleleng, adalah perayaan Batara Taksu atau Hyang Paramesti Guru. Lontar Sundarigama menyebutkan: "Budha Kliwon Sinta Ngaran Pagerwesi payogan Sang Hyang Pramesti Guru kairing ring watek Dewata Nawa Sanga ngawerdhiaken sarwa tumitah sarwatumuwuh ring bhuana kabeh." Artinya: Rabu Kliwon Sinta disebut Pagerwesi sebagai pemujaan Sang Hyang Pramesti Guru yang diiringi oleh Dewata Nawa Sanga (sembilan dewa) untuk mengembangkan segala yang lahir dan segala yang tumbuh di seluruh dunia. 
Kemulan Taksu adalah sebuah pusat batiniah dalam sebuah keluarga Hindu di Bali. Kemulan Taksu adalah sarana pemujaan terhadap Hyang Siwa (Tuhan Yang Tunggal) sebagai pelindung dan sekaligus guru batin. Hyang Siwa dalam puja sehari-hari disebut Batara Hyang Paramesti Guru atau juga Batara Taksu.



 

Sample text

Sample Text