Bali Mamuja

berisikan catatan tentang dinamika budaya Bali

Jumat, 21 November 2014

Bahasa Bali dan Perubahan Kurikulum 2013



Bahasa Bali dan Perubahan Kurikulum 2013
Oleh
I Nyoman Suka Ardiyasa S.Pd.B.M.Fil.H


Proses perubahan Kurikulum 2013 telah membawa suka dan duka bagi dunia pendidikan di Indonesia. Pada awalnya, rencana perubahan Kurikulum 2013 banyak muncul wacana dukungan dari para akedemisi, budayawan, dan seluruh lapisan masyarakat dengan harapan bahwa pengembangan kurikulum 2013 dapat menjadi jawaban untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam menghadapi perubahan dunia. Di samping itu bahwa pengembangan kurikulum 2013 ditengarai sudah melalui proses panjang dan ditelaah secara cermat sehingga pemerintah mengambil inisiatif untuk disampaikan ke publik agar dapat bisa diberikan masukan dan padangan-pandangan agar lebih sempurna. Dengan segala konsekuensinya, perubahan kurikulum dianggap akan mampu meningkatkan kualitas SDM  Indonesia yang tertinggal. 
Namun, di balik dukungan juga tentu  hujatan, kritikan yang terjadi pada perubahan kurikulum tersebut, tentu yang tidak mendukung adalah orang-orang yang merasa dirugikan dari adanya perubahan kurikulum tersebut. Terlebih-lebih daerah yang memiliki bahasa daerah dalam muatan lokalnya, kebanyakan dari mereka menolak perubahan kurikulum tersebut,  hal dikarenakan mata pelajaran bahasa daerah tidak muncul lagi dalam Kurikulum  2013 melainkan digabung dalam mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya.
          Kalau disimak lebih jauh lagi, orientasi pengembangan Kurikulum 2013 adalah tercapainya kompetensi yang berimbang antara sikap, keterampilan, dan pengetahuan, disamping cara pembelajarannya yang holistik dan menyenangkan. Perubahan yang paling berdasar adalah nantinya pendidikan akan berbasis science dan tidak berbasis hafalan lagi. Perubahan kurikulum juga berimbas pada jam mata pelajaran yaitu mengalami pengurangan sehingga karena adanya pengurangan jam mata pelajaran maka berimbas pada banyaknya  mata pelajaran yang tidak muncul lagi dalam Kurikulum 2013.
Lebih detail lagi mengenai perubahan jam mata pelajaran  rencananya terjadi pengurangan mata pelajaran sekolah akan terjadi di tingkat SD dan SMP. Untuk tingkat SMP yang semula mempunyai 12 mata pelajaran, pada tahun 2013 hanya akan mempunyai 10 mata pelajaran. Yang termasuk dalam 10 mata pelajaran tersebut adalah Pendidikan Agama, Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris, Seni Budaya dan Muatan Lokal, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, dan Prakarya. Dari sisi jam pelajaran, kurikulum baru ini akan menambah panjangnya jam pelajaran. Untuk SD kelas 1 dari 26 jam per minggu menjadi 30 jam. Untuk kelas 2 SD dari 27 jam menjadi 32 jam. Sedangkan untuk kelas 3 SD dari 28 jam menjadi 34 jam, sementara kelas 4, 5, 6 SD dari 32 menjadi 36 jam per minggu.
Untuk SD, terjadi perubahan dari 10 mata pelajaran menjadi hanya enam. Keenam mata pelajaran itu adalah Matematika, Bahasa Indonesia, Agama, Pendidikan Jasmani, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, dan Kesenian, sedangkan IPA dan IPS menjadi tematik di pelajaran-pelajaran lain (Bahan Uji Publik Kurikulum 2013)
Di tingkat SMP, pemberian pelajaran akan mempergunakan Tekonologi Informasi Komunikasi (TIK) didalam kelas. Kebijakan ini memungkinkan pemakaian laptop didalam kelas oleh siswa. Dengan harapan, wawasan siswa dapat semakin terbuka. Sementara ditingkat SMA, siswa mendapatkan mata pelajaran wajib dan mata pelajaran pilihan. Dari sistem pendidikan ini, per jurusan dijenjang pendidikan SMA tidak dilakukan. Jumlah jam untuk siswa SMK hanya bertambah sekitar 2 jam per minggu. Khusus di SMK, penyesuaian jenis keahlian akan disesuaikan dengan kebutuhan pasar atau tren saat ini. Namun, seluruh siswa SMK ditiap jurusan akan mendapatkan mata pelajaran umum.(Bahan Uji Publik Kurikulum 2013)
Rencannya Kurikulum  pendidikan baru ini akan diterapkan pada tahun ajaran 2013/2014. Namun, kurikulum ini akan mulai berlaku untuk kelas 1 dan 4 sekolah dasar, dan VII SMP, baik negeri yang dikelola Kemendikbud maupun Kementerian Agama dan juga sekolah swasta, sedangkan lainnya bertahap. Hal ini dikarenakan kelas yang lebih tinggi sedang mempersiapkan ujian nasional. Harapannya, tiga tahun akan datang semua tingkatan sudah menggunakan sistem ini.
Perubahan kurikulum dari KTSP ke Kurikulum 2013 di sebabkan karenanya banyakanya kelemahan-kelemahan yang dianggap perlu diperbaiki dalam Kurikulum KTSP, adapun permasalahan-permasalahan yang sudah diinventarisasi adalah sebagai berikut :
Permasalahan pendidikan kurikulum KTSP
1.    Dalam konten Kurikulum KTSP pendidikan masih terlalu padat yang ditunjukan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak.
2.    Kurikulum belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional.
3.    Kompetensi belum menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan dan pengetahuan.
4.    Beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi pembeljaran aktif, keseimangan soft skils dan hard skills, kewirausahaan) belum terakomodasi dalam kurikulum.
5.    Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjad pada tingkat lokal, nasional maupun global.
6.    Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru.
7.    Standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (sikap, keterampilan, dan pengetahuan) dan belum tegas menuntut adanya remidiasi secara berkala.
8.    Dengan KTSP memerlukan kurikulum yang lebih rinci agar tidak menimbulkan multi tafsir (Bahan Uji Publik Kurikulum 2013)
Di samping itu, jika dilihat kondisi pendidikan sekarang dari berbagai kompetensi, misalnya, dari kompetensi lulusan dalam proses pendidikan belum sepenuhnya menekankan pendidikan karater sehingga belum menghasilkan lulusan sesuai dengan kebutuhan kerja. Bila disimak dari materi pembelajaraanya, belum relevannya dengan kompetensi yang dibutuhkan, belum lagi beban belajar yang terlalu berat, luas dan kurang mendalam sehingga hal ini berimplikasi pada kualitas pendidikan. Dalam proses pembelajarannya juga masih berpusat pada guru (teacher-centered learning), sifat pembelajaran masih beorientasi pada buku teks. Dari aspek penilaian kondisi sekarang hanya menekankan pada aspek kognitif saja di mana hanya menerapkan tesa sebagai cara penilaian yang dominan. Dalam hal pengelolaan kurikulum, KTSP yang memiliki satuan pendidikan mempunyai kebebasan dalam pengelolaan kurikulum, masih terdapat kecendrungan satuan pendidikan kurikulum tanpa mempertimbangkan kondisi satuan pendidikan, kebutuhan peserta didik, dan potensi daerah, disi lain pemerintah hanya menyiapkan sampai standar isi mata pelajaran sajaSejak ditetapkannya Perda No 3 tahun 1992 tentang Bahasa, Aksara, Sastra Bali oleh pemerintah Provinsi Bali maka pelajaran Bahasa Bali menjadi mata pelajaran wajib di Bali yang tergabung dalam jenis muatan lokal. Hal ini tertuang sangat jelas pada ketentuan umum pasal 1 disebutkan bahwa poin pada  (a)  Muatan Lokal adalah program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan budaya serta kebutuhan Daerah dan wajib dipelajari oleh murid di daerah itu”. Hal ini menandakan bahwa pelajaran bahasa Bali wajib diajarkan kepada siswa yang bersekolah di Bali dengan menggunakan pendekatan kehidupan di sekitarnya. Semenjak itulah bahasa Bali menjadi mata pelajaran wajib, walaupun terjadi perubahan kurikulum berkali-kali setelah itu sebut saja Kurikulum 1994, Kurikulum 1999, kurikulum KBK dan yang terakhir adalah Kurikulum KBK semuanya menuangkan muatan lokal (Bahasa Bali) sebagai mata pelajaran wajib.
Namun, perubahan Kurikulum 2013 yang terbaru ini ada perubahan konten kurikulum secara besar-besaran di mana  muatan lokal yang semula berdiri sendiri diintegrasikan dengan mata pelajaran seni budaya. Hal ini disebabkan karakter Kurikulum 2013 ini adalah minimalis (mata pelajaran yang dianggap sejenis diintegrasikan). Tentu hal ini berimbas pada pelajaran bahasa Bali (Muatan Lokal) digabung dengan seni budaya. Bahkan porsi untuk seni budaya yang di dalammnya terdapat Bahasa Bali, Seni Tari, dan lain-lain mendapat alokasi yang sangat sedikit sebut saja misalnya pada tinggkat SMA hanya mendapatkan 2 jam mata pelajaran sedangkan ditingkat SMP 3 jam mata pelajaran, dan SD 4 jam mata pelajaran. Padahal kalau disimak keberadaan bahasa Bali dalam kehidupan masyarakat Bali sangatlah erat dari kehidupan beragama, sosial masyarakat, serta pentingnya pendidikan karakter dalam Bahasa Bali tersebut. Bahasa Bali mengenal yang namanya sor singgih (level ucapan) bahasa Bali ini menandakan bahwa bahasa sudah mengandung nilai-nilai karakter. Kalau ini digabung akan berimbas kurang maksimalnya pengajaran Bahasa Bali di sekolah pada setiap jenjang karena dalam satu mata pelajaran terdapat banyak sub yang harus dipelajari. Adapun akibat dari digabungnya bahasa Bali adalah sebagai berikut :
a.         Pemahaman budaya lokal akan menipis, disatu sisi karakter bangsa di mulai dari budaya lokal.
b.      Kurang maksimalnya pelestarian bahasa daerah khususnya bahasa Bali sehingga kepunahan bahasa Bali dirasa akan semakin cepat.
c.       Bahasa daerah adalah media pengungkapan kebudayaan dan agama Hindu di Bali maka secara tidak langsung wajib dilestarikan.
d.      Terancam hilangnya kekayaan rohani bangsa Indonesia yang tertulis pada kebudayaan lontar, karena generasi muda tidak maksimal diberikan pelajaran bahasa Bali.
e.       Menipisnya sikap generasi muda Bali yang sudah setia belajar bahasa Bali dari berbagai institusi di Bali bahkan di Indonesia
f.       Terancam hilangnya simbol-simbol budaya yang sangat penting yang hanya terekam dalam Aksara, Bahasa, dan Sastra Bali

Di samping itu dengan penggabungan Bahasa Bali ke dalam seni budaya akan berimplikasi kepada guru-guru Bahasa Bali yang akan atau sudah mengajar Bahasa Bali. Salah satu kewajiban guru sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru  adalah  setiap guru wajib mengikuti  Uji Kompetensi Guru (UKG). Pelaksanaan UKG didasarkan pada bidang kehalian yang diajarnya, kalau Bahasa Bali berarti mengikuti UKG Bahasa Bali, namun kenyataannya setelah ada perubahan kurikulum,  UKG untuk guru Bahasa Bali tidak muncul dan guru-guru Bahasa Bali yang akan mengikuti Uji Kompetensi Guru Bhasa Bali diarahkan ke Uji Kompetensi Guru Seni Budaya. Hal ini tentu tidak sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dari pelaksanaan UKG tersebut yang memiliki tujuan sebagai;
(a) Pemetaan penguasaan kompetensi guru (kompetensi pedagogik dan profesional) sebagai dasar pertimbangan pelaksanaan program pembinaan dan pengembangan profesi guru dalam bentuk kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan, 
(b) Sebagai entry point penilaian kinerja guru dan sebagai alat kontrol pelaksanaan penilaian kinerja guru. Selain tidak sesuai dengan tujuan utama dari pelaksanaan UKG, mengarahkan guru bahasa Bali untuk mengerjakan UKG seni budaya merupakan suatu bentuk pelecehan dan pembodohan terhadap profesi guru bahasa Bali.
Dalam kenyataannya permasalahan UKG untuk bahasa Daerah hanya dialami oleh Bahasa Bali saja, bahasa daerah yang lain seperti Bahasa Sunda dan Bahasa Jawa pelaksanaan UKG tetap dilaksanakan seperti dahulu sesuai dengan kurikulum terdahulu. 

Sangket Kubu, 24 April 2013 
Bersambung,



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text